Menjadi Teladan: Sebuah Inovasi Tiada Henti
Kehilangan teladan, merupakan sumber permasalahan serius bagi sebuah peradaban. Ketidakstabilan zaman semakin meningkat, krisis identitas semakin meruak, dan penurunan moral serta akhlak semakin terlihat. Berbagai tuntutan semakin nyata, sementara harapan dan ekspektasi hanya terjunkan kepada mereka yang berusaha keras untuk berdiri teguh di tengah generasi umat saat ini.
Menjadi pendidik bukanlah satu-satunya profesi yang mampu menyelamatkan kondisi finansial keluarga. Salah kaprah jika kita menganggap bahwa menjadi guru adalah solusi utama untuk menyelamatkan kehidupan pribadi. Namun, menjadi guru adalah salah satu cara untuk menyelamatkan generasi mendatang dalam konteks peradaban yang lebih luas. Jika kita tidak mampu menjadi teladan, maka masa depan akan hancur. Sebagaimana sabda yang mengingatkan, “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Peran seorang guru, dalam konteks yang lebih sempit, memang berfokus pada pengajaran di lingkungan madrasah. Namun, dalam lingkup yang lebih luas, mengajar dan mendidik lebih dari sekadar menyampaikan materi pelajaran. Ini adalah tugas yang melibatkan keteladanan. Setiap individu yang belajar seharusnya juga mengajarkan apa yang dipelajari. Proses belajar seumur hidup tidak berhenti pada gelar doktor atau profesor. Oleh karena itu, peran mengajar menjadi sangat penting. Mengajar bukan hanya tentang ilmu pengetahuan yang kering; keteladanan adalah inti dari segalanya.
Sering kali, kami mengekspresikan kritik terhadap sistem dan perubahan kurikulum yang diterapkan pemerintah. Kami merasa gelisah karena belum sepenuhnya mengatasi evaluasi yang ada, dan harus beradaptasi dengan kebijakan baru. Ketidakpastian dan kebingungan terus menghantui. Opini yang kami sampaikan sejak pandemi hingga kini terus berfokus pada perubahan ekosistem pendidikan. Rasa khawatir itu muncul karena kebijakan pemerintah tidak selalu sejalan dengan realitas di lapangan. Tuntutan masyarakat selalu ada, tetapi keputusan pemerintah sering kali membungkam suara tersebut.
Kini, masyarakat bertanya-tanya: Inovasi apa yang tepat untuk memastikan masa depan generasi anak didik di Madrasah? Keteladanan dan karakter yang profetik sangat dibutuhkan. Setiap guru dan tenaga pendidik diharapkan dapat menanamkan karakter sebelum membentuk kebiasaan. Integritas, kredibilitas, akuntabilitas, dan kecerdasan adalah pengalihan istilah dari konsep siddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Keteladanan harus dimiliki oleh setiap guru, di mana pun mereka berada. Seorang guru yang memiliki semangat yang baik akan melahirkan jiwa pendidik dan anak didik yang juga baik. Tanpa semangat yang mendasari, metode pembelajaran hanya akan menjadi metode biasa. Modul ajar hanyalah sebuah skenario, dan kurikulum adalah kerangka yang ditetapkan untuk mencapai tujuan. Tanpa semangat, ilmu pengetahuan akan terasa kering, “… sedangkan kamu tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit.”
Menjadi teladan bukanlah proses yang dapat dicapai dalam waktu singkat. Ini lebih dari sekadar kerja keras. Jika tidak ada kedekatan dengan Sang Pencipta, tujuan untuk menghadapi kerasnya kehidupan akan sulit dicapai. Guru-guru teladan senantiasa disiapkan untuk memperbaiki masalah-masalah yang sulit dijawab. Kesulitan ini bukan sepenuhnya tanggung jawab siswa atau orang tua. Hadirnya ruhul mudarris sebagai tiang penopang sangat penting. Ketidaksiapan generasi mendatang bergantung pada kesiapan kita sebagai guru dan pendidik di masa-masa pembelajaran yang indah ini.
Mengutip dari pujangga Arab, Asy-Syauqi, “Sambutlah sang guru, dan berikan penghormatan kepada mereka. Hampir-hampir seorang guru menyamai posisi seorang Rasul.” Seorang guru seharusnya menjadi teladan, tidak hanya bagi murid-muridnya, tetapi juga untuk orang tua murid, tetangga, saudara, dan anak-anaknya. Setiap orang adalah guru, dan setiap orang bertanggung jawab untuk menjadi teladan.
Semoga kita semua terus berusaha menjadi guru yang dapat menjadi uswah hasanah, sehingga kita dapat mendidik dan menjadi pilar umat, sebelum akhirnya tercatat di akhirat. Ada banyak hal yang perlu diperbaiki, dan beragam masalah yang dihadapi anak-anak kita saat ini dapat diselesaikan jika kita mau menyadarinya sejak dini.